Borneotribun Bengkayang, Kalbar - Masih adanya perusahaan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Bengkayang yang belum memiliki Hak Guna Usaha(HGU), tentunya akan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bengkayang.
Menyikapi kondisi tersebut Wakil ketua DPRD Kabupaten Bengkayang Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan(F-PDIP), Esidorus.,S.P kepada awak media ini mengatakan Perusahaan Di kabupaten Bengkayang ini ada 383.590 Ha yang sudah ada izin lokasi perusahaan.
"Perusahaan di kabupaten Bengkayang ini untuk izin lahan ada 383.590 ha, Yang sudah memiliki IUP 241.421 ha, Yang sudah mengantongi HGU baru 69.544 ha. Dari 241.000 ha yang eksis, kalau HGU sudah di urus akan di hitung Per 1000 ha maka BPHTB kita mendapatkan 5 miliar. Inilah yang sumber PAD jika HGU ini di bayar sekali untuk selama kurun waktu 30 tahun," Ujar Esidorus, Selasa (28/06/2022).
"Perlu kita ketahui luas wilayah Kabupaten Bengkayang 5.396 Km Persegi sedangkan yang mempunyai informasi lahan ada 35 perusahaan yang masih bersifat Informasi Lahan (IL), Yang sudah mengantongi izin lokasi 35, Yang mendapat IUP 29 perusahaan, Yang baru dalam hal pengurusan HGU ada 7 perusahaan, Yang mempunyai PKS (Pabrik Kelapa Sawit ) ada 8. Tapi ironisnya, kita belum mempunyai data berapa jumlah kebun plasma," Lanjutnya.
Dengan data yang ada jelas HGU masih sangat kecil dan tentunya sangat jauh dari harapan kita baru mencapai 30 Persen. Ini tentunya menjadi perhatian kami dan akan melakukan langkah langkah diantaranya ;
1. Kami dari komisi ll yang membidangi ekonomi pembangunan selaku mitra kerja dengan OPD-OPD yang menangani serta mengurusi bidang perijinan kelapa sawit, Dinas Pertanian dan perkebunan, BAPEDA, Kita akan memanggil dan rapat dengar pendapat untuk menyamakan Persepsi apa masalahnya.
2. Kita akan mendorong agar Bupati membuat peringatan keras kepada pihak perusahaan-perusahaan yang belum mengurus HGU. Karena kita sudah punya Perda No 08 tahun 2016, Bupati Bisa mencabut ijin perusahaan perkebunan kelapa sawit sebab IUP di keluarkan oleh Bupati. Ini memang memerlukan keberanian dengan memberikan tenggang waktu dan peringatan keras.
3. Kita akan bentuk Pansus, Team dari DPRD yang khusus masalah perkebunan karena ini cukup besar dan kita juga tahu bahwa permasalahan bukan hanya masalah HGU saja namun juga masalah konflik sosial dengan masyarakat, lingkungan hidup serta masalah ketenagakerjaan. Jadi sangat komplit dan artinya kita harus membentuk tim khusus, nanti dari hasil temuan ini kalau memang ada unsur-unsur merugikan pajak dan merugikan daerah serta ada hal pelanggaran terhadap lingkungan, Ini tentunya kita dorong ke pihak APH untuk menindaklanjuti.
"Inilah yang seharusnya menjadi fokus kita sebab ini menyebabkan kerugian dari sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) per 1000 ha kita mendapat 5 miliar, Kalau HGU diurus oleh pihak perusahaan. Bayangkan kalau 285.000 ha kalikan 5 miliar. Tentunya sudah banyak yang bisa kita bangun, Ini juga tentunya menjadi sumber PAD," Bebernya.
Hal ini tentunya menjadi sebuah sumber potensi dari sektor perkebunan untuk meningkatkan PAD, serta kita juga harus bisa mengetahui apa saja yang menjadi sumber PAD. Dari sektor perkebunan kepala sawit sebab kita tidak bisa mengambil pajak dari TBS dan CPO. Ini merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Berikut Jenis Pajak yang menjadi Hak Kabupaten ;
1. Pajak Retribusi BPHTB dalam bentuk HGU,
2. Pajak IMB sebab pasti ada bangunan juga yang di bangun,
3. Pajak galian jenis galian C, Ini kita juga bisa pungut, Karena mereka mengambil batu dan pasir. Proyek pemerintah saja Galian C harus di bayar,
4. Pajak penggunaan air permukaan, karena mendirikan PKS pasti menggunakan air, dan
5. Pajak kendaraan, sebab perusahaan pasti banyak memiliki kendaraan.
"Hal ini yang menjadi sumber PAD kita, Yang paling rugi kita adalah BPHTB sebab angkanya cukup lumayan besar. Walaupun di bayar hanya sekali dalam jangka waktu 30 tahun, namun apabila semua perusahaan perkebunan kelapa sawit mengurus HGU tentunya ini menjadi hal yang sangat membantu dalam menaikan PAD kita," Pungkas Esidorus.
Penulis : Rinto Andreas
Editor : R. Hermanto